Yayasan milik Pemerintah atau milik Publik?

  • Bagikan

Dr. Syahiruddin Syah,M.Si
Direktur Pusat Kajian Kebijakan Publik Unanda Palopo

Mencermati proses Rancangan PERDA tentang pengelolaan kawasan Islamic Centre, hal yang menjadi p0lemik dan menjadi isu sentral bagi masyarakat di Luwu Raya.
Hal ini karena keberadaan lokasi/lahan yang dikelola Yayasan Islami Centre diklaim pemerintah kota Palopo sebagai aset pemerintah kota Palopo, padahal menurut beberapa warga yang penulis wawancarai bahwa keberadaan Lahan Islami Centre merupakan lahan milik publik, yang dipercayakan untuk mengelola lahan dan bangunan tersebut adalah Yayasan Islamic centre yang berbadan Hukum dengan nomor salinan 152 dan diterbitkan pada Tanggal 18 April 2006 oleh Notaris Zirmayanto dengan lahan seluas kurang lebih 14 hektar, dan tidak tercatat sebagai aset pemerintah Kabupaten Luwu.

Hal inilah yang dipersoalkan masyarakat kota Palopo oleh karena lahan tersebut masyarakat yang membeli, yang didapatkan baik itu sumbangan dari relawan atau simpatisan maupun sejumlah pegawai yang dipotong gajinya mulai dari Larompong sampai Nuha pada saat itu untuk kepentingan pembelian lahan dan pembangunan Islamic Centre yang diinisiasi oleh beberapa tokoh dan pejabat pada saat itu, termasuk Almarhum Bapak Dr. H. Kamrul Kasim, H.P.A Tenriadjeng dan sejumlah tokoh lainnya.

Saat sekarang menurut informasi dari salah seorang warga yang diwawancarai penulis mengatakan yayasan Islami Centre sudah disertifikatkan oleh pemerintah kota palopo melalui pihak ATR/ BPN kota Palopo.

Masyarakat menggugat keberadaan sertifikat dan bangunan Pemerintah yang masuk di dalam kawasan Islamic Centre karena dianggap merupakan perampasan Hak publik, dimana yayasan tidak dipandang lagi sebagai pengelola Islami Centre karena dianggap pemerintah sudah mengambil alih lahan tersebut melalui sertifikat yang diterbitkan oleh BPN tersebut, bahkan sudah dibangun melalui proyek APBD Tahun berjalan.

Selanjutnya pemerintah telah mengajukan Ranperda untuk dibahas di Legislatif( DPRD) kota Palopo. Hal inilah yang dipermasalahkan Masyarakat Kota Palopo karena lahan tersebut bukan milik pemerintah, dan ini bukan barang privat akan tetapi barang milik Ummat.

Menurut penulis, bila barang milik publik yang dikelola oleh yayasan, pemerintah tidak bisa mencampuri apatah lagi mau diperdakan, dimana logikanya, milik yayasan mau diperdakan ini sangat melanggar ketentuan Undang-undang dan Hak azasi Publik, dan jangan sampai dianggap oleh masyarakat sebagai Diskresi yang Otoritarium, karena tidak ada musyawarah antara pihak yayasan dengan pihak pemerintah, ini sangat mengecewakan masyarakat dan preseden Buruk bagi pemerintahan kota Palopo.
Karena itu bisa berdampak hukum dan tidak ada aturan negara yang mengatur tentang penguasaan lahan milik Ummat yang jelas sumbernya dari bantuan masyarakat. Dan tidak pantas di perdakan.
Masa barang orang mau diundangkan, dimana logikanya.

Harapan penulis pemerintah kota Palopo sebaiknya bermusyawarah dengan Masyarakat, dengan melibatkan tokoh-tokoh, para pendiri dan pengurus yayasan untuk menyatukan persepsi, mencari solusi yang lebih baik ketimbang berpolemik terus yang tidak ada habisnya. Masyarakat Palopo adalah masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai budaya
(Budaya siri) , menghargai pemimpin, sipakatau, sipakalebbi, sipakainge, dan sipakatuo. Falsafah ini sepertinya tidak dilakukan lagi oleh pemerintah kota Palopo, sehingga jangan sampai masyarkat tidak merasa lagi memiliki pemerintah, karena pemerintah juga dianggap tidak memiliki rakyat.

Jangan membuat masyarakat semakin jauh dari pemerintah, karena keberadaan warga masyarakat adalah pemilik negara, merekalah yang memilih pemerintah dan sejumlah aparatnya, sehingga pemerintah harus bersikap bijak dalam menghadapi permasalahan dan tuntutan masyarakat, pemerintah harus mengayomi masyarakat. Semoga bermanfaat bagi pembaca, Wassalam.

  • Bagikan